A. Latar Belakang dan Perjalanan Hidup Presiden Abdurahman Wahid
Siang,
pukul 12.30 Oktober 1999,
ketegangan yang memuncak di hari-hari Sidang Istimewa tiba-tiba meledak menjadi
ungkapan keterharuan sekaligus kebahagiaan yang tidak tergambarkan. Abdurrahman
Wahid secara mengejutkan dan luar biasa terpilih sebagai Presiden RI ke-4
menggantikan B.J Habibie. Dimata banyak orang, terutama kalangan Nadliyin,
kemenangan Gus Dur merupakan puncak dari perjuangan NU dalam memposisikan
kiprahnya bagi bangsa Indonesia, dan juga kemenangan bagi kalangan Islam
modernis sekaligus harapan bagi demokrasi itu sendiri. Orang yang tidak disukai
pemerintah sebelumnya (Orba), yang mengenakan baju batik ukuran longgar ketika
mengerahkan ratusan ribu orang di Jantung Jakarta dua tahun sebelumnya, seorang
tokoh yang banyak merebut perhatian nasional sebab mampu mengambil posisi
sebagai oposisi, sekarang tanpa disangka menjadi Presiden RI ke-4. Untuk itu
kami angkat perjalanan hidup dan latar belakangnya untuk mengenal lebih jauh
lika-liku hidupnya.
Kehadiran
Abdurrahman Wahid dikalangan masyarakat Indonesia saat ini tidak lain
disebabkan oleh kualitas pribadinya yang luar biasa, disamping faktor
lingkungan keluarga yang sangat mendukung. Abdurrahman Wahid, cucu dari dua
serangkai pendiri NU, Kiai Hasjim Asj'ari dan Kiai Bisri Sjansuri, dilahirkan
di Jombang pada tahun 1940. Ayah Abdurrahman Wahid, Kiai Wahid Hasjim, adalah
putra Kiai Hasjim Asj'ari, dan ibunya, Solichah adalah putri Kiai Bisri
Sjansuri. Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah diberi berbagai isyarat bahwa
Abdurrahman Wahid, anaknya, akan mengalami hgaris hidup yang berbeda dan
memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab tersebut ternyata secara dramatis
meningkat setelah kematian ayahnya dalam suatu kecelakaan mobil, dan saat
kecelakaan terjadi Abdurrahman Wahid duduk di samping ayahnya di jok depan.
Ayah
Abdurrahman Wahid meninggal dunia dalam usia 40 tahun, dan saat itu masih
menjabat Ketua NU. Ibunya tetap melanjutkan peran informal yang vital dalam
menjalankan NU. Dan sejak ayahnya meninggal, ada sesuatu yang terasa berubah secara
tajam, yaitu bahwa rumah Abdurrahman Wahid mulai sepi dari orang-orang dan para
tamu penting.
Abdurrahman
Wahid tidak hanya dikenal dikalangan kiai NU dan para politisi, melainkan juga
oleh masyarakat luas Indonesia. Hal tersebut disebabkan bimbingan kedua orang
tuanya, saat ia masih kecil banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktu
kecil ia sering banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktru kecil ia
sering dititipkan pada seorang Belanda teman ayahnya dan saat itulah, menurut
Abdurrahman Wahid ia bersentuhan dan akhirnya mencintai musik-musik klassik
Eropa. Kemudian dari tahun 1953 sampai 1957, saat belajar di Sekolah Menengah
Ekonomi Pertama(SMEP) ia tinggal dirumah Kiai Haji Junaid, seorang Kiai
Muhammadiyah dan anggota Majlis Tarjih Muhammadiyah. Beberapa tahun kemudian ia
mondok di Pesantren Tegalrejo, sebuah pesantren NU terkemuka di Magelang. Dari
tahun 1957 sampai 1963, ia sempat nyantri di Pesantren Krapyak Yogyakarta dan
tinggal dirumah K:H:Ali Maksum.
Pada
tahun 1964 Abdurrahman Wahid meninggalkan Tanah Air menuju Kairo, Mesir untuk
belajar ilmu-ilmu agama dilingkungan Al Azhar Islamic University. Barangkali
tidak terlampau mengejutkan jika Abdurrahman Wahid sangat kecewa dengan
atmosfir intelektual di Al-Azhar yang memadamkan potensi pribadi karena tekhnik
pendidikannya yang masih bertumpu pada kekuatan hafalan. Meskipun demikian, ia
memanfaatkan waktu di Kairo ini dengan baik, yaitu dengan cara yang tidak
mengikuti pelajaran yang diberikan. Sebagai gantinya, ia kerap menghabiskan
waktu disalah satu perpustakaan yang lengkap di Kairo, termasuk American
University Library. Biarpun pada satu sisi ia kecewa dengan Al-Azhar sebagai
lembaga, namun pada sisi lain ia tetap menikmati kehidupan kosmopolitan Kairo,
bahkan beruntung karena terbukanya peluang untuk bergabung dengan
kelompok-kelompok diskusi dan kegiatan tukar pikiran yang umumnya diikuti para
intelektual Mesir. Yang perlu dicatat bahwa selama di Kairo, Abdurrahman Wahid
ternyata begitu tertarik pada film-film Perancis dan sepak bola.
Dari
Kairo Abdurrahman Wahid terbang ke Baghdad. Di kota ini ia lewati dengan penuh
rasa bahagia karena mempelajari sastra Arab, tapi juga filsafat dan teori
sosial Eropa, disamping terpenuhinya hobi dia menonton film-film klassik.
Bahkan Abdurrahman Wahid merasa lebih senang dengan sistem yang diterapkan
Universitas Baghdad, yang dalam beberapa segi dapat dikatakan lebih
berorientasi Eropa daripada sistem yang diterapkan Al-Azhar. Dan selama belajar
di Timur-Tengah inilah Abdurrahman Wahid menjadi ketua Persatuan Mahasiswa
Indonesia untuk Timur Tengah masa bakti 1964-1970.
Ditahun
1971, ia mampir ke Eropa dengan harapan memperoleh penempatan disebuah
universitas, tapi sayang sekali ternyata kualifikasi-kualifikasi mahasiswa dari
Timur Tengah tidak diakui di universitas-universitas Eropa. Inilah yang
memotivasi Abdurrahman Wahid pergi ke McGill University Kanada untuk
mempelajari kajian-kajian keislaman secara mendalam. Namun pada akhirnya ia
memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah terilhami berita-berita yang
menarik sekitar perkembangan dunia pesantren.
Tahun
1971 Abdurrahman Wahid kembali ke Indonesia, kembali ke dunia pesantren. Dari
tahun 1972 hingga 1974, ia menjadi dosen disamping Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Hasjim Asj'ari Jombang. Kemudian tahun 1974 sampai 1980 menjadi
sekretaris Umum Pesantren Tebuireng, jombang. Selama periode inilah secara
teratur ia semakin terlibat dalam kepengurusan NU dengan menjabat Khatib Awal
PB Syuriah NU sejak tahun 1979.
Sejak
kepindahannya ke Jakarta pada tahun 1978, Abdurrahman Wahid menjadi pengasuh
Pesantren Ciganjur Jakarta Selatan. Ia juga terlibat banyak dalam acara dan
kegiatan di Jakarta termasuk menjadi tenaga pengajar pada program training
untuk pendeta Protestan. Disekitar pertengahan 1970-an secara beraturan ia
telah menjalin hubungan dengan Cak Nur dan Djohan Effendi, maka saat ia pindah
ke Jakarta pada tahun 1978 ia semakin intens bergabung dengan teman-teman ini
dalam rangkaian forum-forum akademik dan kelompok-kelompok kajian. Sekalipun
Abdurrahman Wahid tidak pernah mempunyai kesempatan belajar dalam pendidikan
ala Barat, namun sejak usia muda ia telah cukup banyak menelaah bacaan-bacaan
yang bersumber dari literatur Barat.
Bersamaan
dengan itu, Abdurrahman Wahid juga memulai melibatkan dirinya dikalangan
intelektual yang lebih luas di Jakarta. Dari tahun 1982 hingga 1985, ia menjadi
Ketua Dewan Kesenian Jakarta, dan dua kali terpilih sebagai Ketua Dewan Juri
Festival Film Nasional. Penunjukkan dirinya untuk berkiprah di dunia film, bagi
tokoh dari dunia pesantren, seorang 'alim seperti Abdurrahman Wahid, tentu saja
sangat tidak lazim dan mengundang kontroversi.
Tahun
1980-1983 Abdurrahman Wahid dipilih sebagai salah satu seorang yang turut serta
memberikan pertimbangan atas penerima penghargaan Agha Khan Award untuk
arsitektur Islam di Indonesia. Dan sejak tahun 1994 ia menjadi penasehat untuk
Proyek Pembinaan Dialog Internasional untuk kajian-kajian Wawasan dan Hukum
Sekular di The Hague.
Pada
bulan Desember 1984, Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PB Syuriah
NU. Dengan terpilihnya ia, berarti berakhirlah pula jabatan dan masa
kepengurusan Idham Chalid sebagai ketua Umum. Seperti halnya tradisi NU, tidak
diragukan lagi bahwa ada unsur-unsur harapan yang mesianik dalam pemilihan
Abdurrahman Wahid ini dan ia ternyata berhasil memenuhi janjinya berhadapan
dengan perubahan. Upaya Abdurrahman Wahid mengembalikan NU sebagai organisasi
yang bergerak diwilayah sosio-keagamaan berhasil mencapai sasarannya dan ia pun
secara luas berhasil mencapai perubahan luar biasa dalam cara pandang NU.
Abdurrahman Wahid memperlihatkan bahwa demi keuntungan organissasi dan
masyarakat, Nu harus beralih dari kegiatan politik-kepartaian, tidak saja
berdasarkan pragmatisme, melainkan juga atas nama pluralisme. Tentu saja tidak
setiap orang dalam NU, bahkan tidak semua orang-orang luar yang mendukungnya
mengerti atau dapat memahami cara berfikir yang dikembangkan Abdurrahman Wahid
bahwa sektarianisme merupakan ancaman serius bagi keharmonisan masyarakat Indonesia
yang majemuk. Lebih jauh Abdurrahman Wahid berhasil membongkar cara berfikir
komunitas NU terhadap pluralisme bahkan sampai pada titik penghormatan perihal
keanekaragaman, khususnya dikalangan anak mudanya. Abdurrahman Wahid juga
berhasil dalam mempengaruhi masyarakat Indonesia secara lebih luas agar
memaklumi hubungan antara pluralisme dan demokrasi, sehingga lahir sebuah
kedewasaan baru bagi umat Islam ataupun masyarakat luas.
B.
Kelemahan dan Kelebihan Kepemimpinan Presiden
Gus Dur di Indonesia
1.
Di
Bidang Politik
a. Kelebihan
:
1) Membentuk
Kabinet Persatuan Nasional
2) Sering
melakukan perjalanan luar negeri dengan tujuan menjalin kerjasama dengan negara
lain, menarik investasi, menerima penghargaan, berobat, sekaligus menghadiri
bebagai forum dunia seperti forum ekonomi dunia atau pertemuan negara G-77.
3) Politik
Luar Negeri Yang Bebas Aktif
Dengan kunjungan keluar negeri
sebenarnya merupakan pemborosan, akan tetapi ini dilakukan untuk mengangkat
citra Negara Indonesia. Akibat rezim Pak Soeharto, citra Indonesia dikenal
sebagai negara totaliter dengan tingkat demokratisasi yang rendah.
Untukmengatasi hal tersebut Presiden Gus Dur melakukan kunjungan ke Negara
Negara yang tergabung dalam ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Benua Amerika. Karena
kunjungan ini politik politik bebas aktif begitu kentara. Seringnya Presiden
Gus Dur berkunjung ke luar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari
dunia, bahkan membuka peluang kerjasama (terutama kerjasama dalam bidang
perdagangan).
4) Iklim
Politik Yang Demokratis
Semua tahu bahwa pada masa Gus Dur
suasana demokratis mulai tampak terwujud. Hal ini dapat terlihat dengan
tindakan gusdur yaitu:
a. Penghapusan
peraturan yang merugikan kaum minoritas.
b. Pembubaran
instansi negara yang tak lagi efektif (departemen penerangan dan sosial) hengga
“niat” Gusdur ini membuka hubungan diplomati dengan Israel.
c. Kecenderungan
pemikiran Gusdur yang menghargai kebebasan idividu dan keberagaman (dasar dari
demokrasi) serta reformis.
d. Pada
masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan drastis dalam bidang keterbukaan
media. Gus Dur melikuidasi departemen penerangan, sehingga media massa lebih
leluasa melakukan aktivitasnya.
e. Gus
Dur terkenal dengan faham pluralismenya. Pada eranya lah kelompok minoritas
Tionghoa mendapatkan pengakuan lebih besar, seperti dalam pengurusan dokumen
kependudukan dan penetapan Imlek sebagai hari libur nasional.
f. Sayang,
sistem dan pola pemerintahan Gus Dur tidak berjalan dengan baik. Terjadi
kegaduhan politik yang tidak perlu, sehingga stabilitas politik tidak terjaga.
g. Stabilitas
politik yang buruk menyebabkan stabilitas ekonomi berjalan pincang.
b. Kelemahan :
1) Presiden
Abdurahman Wahid sering melontarkan pernyataan-pernyataan kepada media yang
kerap memanaskan suhu politik Tanah Air. Hal tersebut menimbulkan keguncangan
situasi politik dalam negeri. Salah satunya yaitu soal reshuffle cabinet atau
desakan mundur terhadap sejumlah menteri.
2) Rendahnya
tingkat popularitas Gusdur
3) Masyarakat
kurang antusias dengan gaya pemerintahan Gusdur.
4) Dengan
beberapa keputusan yang kontroversial membuat gusdur bukan sosok yang populis.
Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasionalyang diakui
kecemerlangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis massa
keagamann organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya.
Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif
dalammembuat kebijakan, Gus Dur diragukan kemampuannya.
5) Tak
Punya Basis Politik yang Kuat di Paremen (MPR/DPR)
6) Gus
Dur bukanlahtokoh dari partai yang memenangkan pemilu. Partai yang
mengusungnya saat itu (PKB), bukan partaidengansuara terbanyak.
7) Proses
terpilihnya Gus Dur punterbilang unik. Hasil dari lobby-lobby plitik yang akhirnya membuat Gus Dur dipilih
sebagai presiden. Akibatnya, dalam
kabinet pemerintahan yang dibentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpamelihat kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
8) Dengan
gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat
banyak pihak yang awalnya menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik
dukungannya. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun
dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari Istana Negara hanya dengan
celana pendek dan kaos singlet.
2. Di Bidang Ekonomi
a. Kelebihan
:
1) Memberi
kebebasan seluas-luasnya kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya
banyak berkecimpung di bidang ekonomi dengan seluas-luasnya.
2) Berani
bersikap dan tegas juga pada sector-sektor ekonomi
b. Kelemahan
:
1) Keterbatasan
fisik sehingga performa beliau dalam memimpin negeri ini kurang maksimal yang
berimbas pada bidang ekonomi.
2) Seringnya
melakukan perjalanan luar negeri sehingga dianggap menghamburkan APBN.
3.
Di
Bidang Sosial
a. Kelebihan
:
Dapat menciptakan kehidupan rukun
antar umat beragama dan antar suku di Indonesia.
b. Kelemahan
:
Ada banyak pengangguran di
Indonesia sekitar 13,7 juta penganggur.
4.
Di
Bidang Budaya
a. Kelebihan
:
Untuk mengatasi masalah
disintegrasi dan konflik antar umat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan
dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
Hak tersebut dibuktikan dengan
adanya beberapa keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
1) Keputusan
Presiden No.6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu.
Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No.6
dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara
terbuka misalnya pertunjukan barongsai.
2) Menetapkan
Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur
nasional.
b. Kelemahan
:
Kerusuhan antar etnis terus
berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah pembunuhan antara umat Islam dan
Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
5.
Di
Bidang Pertahanan dan Keamanan
a. Kelebihan
:
1) Pada
Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman
dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar
persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang
melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
2) Gus
Dur memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan
bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi
pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel
militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur
mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman
Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan
nama Papua.
b.
Kelemahan :
Akibat
restrukturisasi lembaga pemerintahan menyebabkan kondisi politik yang tidak
stabil atau sering terjadi pertentangan antar partai bahkan pertentangan intern
partai.
6.
Di
Bidang Ideologi
Ideologi
yang ada pada masa pemerintahan Gus Dur menggunakan Ideologi Pancasila.
C. Keberhasilan
dan Kegagalan
Meskipun memimpin kurang lebih 2 tahun tepatnya 20 Oktober 1999 hingga 23
Juli 2001, Gus Dur telah menuai keberhasilan pada masany namun juga mengalami
kegagalan dalam pemerintahannya di Indonesia.
1. Keberhasilan
a.
Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif
Mampu memperbaiki citra Indonesia di mata
negara-negara lain dengan melalui kunjungan ke luar negeri dan sekaligus
membuka peluang kerjasama.
b.
Iklim Politik yang Demokratis
Telah membawa Indonesia ke dalam taraf demokratisasi
yang lebih baik lagi melalui perdamaianny dengan Israel.
2. Kegagalan
a.
Rendahnya Tingkat Popularitas Gus Dur
Dengan beberapa keputusannya
yang kontroversial (menuai banyak kritik), membuat Gus Dur buka sosok yang
populis. Bahkan ketika masa 100 hari pemerintahannya pun, tingkat popularitas
Gus Dur sudah melorot jauh dari tingkat sebelumnya.
Sebagian kalangan menganggap
Gus Dur adalah tokoh nasional yang diakui kecermelangannya. Sebagai sosok utama
di kalangan Nahdiyin (basis masa keagamaan organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur
memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus
arif dalam membuat kebijakan, Gus Dur siragukan kemampuannya.
b.
Tidak Memiliki Basis Politik yang Kuat di Parlemen
(MPR/DPR)
Gus Dur bukanlah tokoh dari
partai yang memenagkan pemilu. Partai yan mengusungnya pada saat itu ( PKB),
bukan partai dengan suara terbanyak.
Proses terpilihnya Gus Dur
adalah hasil dari lobby-lobby politik yang akhirnya membuat Gus Dur terpilih
sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang di bentuk oleh Gus
Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpa melihat kesamaan platform
(visi/misi) dengan dirinya.
Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos,
membuat banyak pihak yang awalnya menunjukan dukungan. Simpati berubah menjadi
antipati. Puncaknya, Gus Dur dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari
istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos singlet.
0 komentar:
Posting Komentar