Masa Pemerintahan Abdurahman Wahid di Indonesia

Rabu, 25 Desember 2013


A.  Latar Belakang dan Perjalanan Hidup Presiden Abdurahman Wahid
Siang, pukul 12.30 Oktober 1999, ketegangan yang memuncak di hari-hari Sidang Istimewa tiba-tiba meledak menjadi ungkapan keterharuan sekaligus kebahagiaan yang tidak tergambarkan. Abdurrahman Wahid secara mengejutkan dan luar biasa terpilih sebagai Presiden RI ke-4 menggantikan B.J Habibie. Dimata banyak orang, terutama kalangan Nadliyin, kemenangan Gus Dur merupakan puncak dari perjuangan NU dalam memposisikan kiprahnya bagi bangsa Indonesia, dan juga kemenangan bagi kalangan Islam modernis sekaligus harapan bagi demokrasi itu sendiri. Orang yang tidak disukai pemerintah sebelumnya (Orba), yang mengenakan baju batik ukuran longgar ketika mengerahkan ratusan ribu orang di Jantung Jakarta dua tahun sebelumnya, seorang tokoh yang banyak merebut perhatian nasional sebab mampu mengambil posisi sebagai oposisi, sekarang tanpa disangka menjadi Presiden RI ke-4. Untuk itu kami angkat perjalanan hidup dan latar belakangnya untuk mengenal lebih jauh lika-liku hidupnya.

 
Kehadiran Abdurrahman Wahid dikalangan masyarakat Indonesia saat ini tidak lain disebabkan oleh kualitas pribadinya yang luar biasa, disamping faktor lingkungan keluarga yang sangat mendukung. Abdurrahman Wahid, cucu dari dua serangkai pendiri NU, Kiai Hasjim Asj'ari dan Kiai Bisri Sjansuri, dilahirkan di Jombang pada tahun 1940. Ayah Abdurrahman Wahid, Kiai Wahid Hasjim, adalah putra Kiai Hasjim Asj'ari, dan ibunya, Solichah adalah putri Kiai Bisri Sjansuri. Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah diberi berbagai isyarat bahwa Abdurrahman Wahid, anaknya, akan mengalami hgaris hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab tersebut ternyata secara dramatis meningkat setelah kematian ayahnya dalam suatu kecelakaan mobil, dan saat kecelakaan terjadi Abdurrahman Wahid duduk di samping ayahnya di jok depan.
Ayah Abdurrahman Wahid meninggal dunia dalam usia 40 tahun, dan saat itu masih menjabat Ketua NU. Ibunya tetap melanjutkan peran informal yang vital dalam menjalankan NU. Dan sejak ayahnya meninggal, ada sesuatu yang terasa berubah secara tajam, yaitu bahwa rumah Abdurrahman Wahid mulai sepi dari orang-orang dan para tamu penting.
Abdurrahman Wahid tidak hanya dikenal dikalangan kiai NU dan para politisi, melainkan juga oleh masyarakat luas Indonesia. Hal tersebut disebabkan bimbingan kedua orang tuanya, saat ia masih kecil banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktu kecil ia sering banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktru kecil ia sering dititipkan pada seorang Belanda teman ayahnya dan saat itulah, menurut Abdurrahman Wahid ia bersentuhan dan akhirnya mencintai musik-musik klassik Eropa. Kemudian dari tahun 1953 sampai 1957, saat belajar di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama(SMEP) ia tinggal dirumah Kiai Haji Junaid, seorang Kiai Muhammadiyah dan anggota Majlis Tarjih Muhammadiyah. Beberapa tahun kemudian ia mondok di Pesantren Tegalrejo, sebuah pesantren NU terkemuka di Magelang. Dari tahun 1957 sampai 1963, ia sempat nyantri di Pesantren Krapyak Yogyakarta dan tinggal dirumah K:H:Ali Maksum.
Pada tahun 1964 Abdurrahman Wahid meninggalkan Tanah Air menuju Kairo, Mesir untuk belajar ilmu-ilmu agama dilingkungan Al Azhar Islamic University. Barangkali tidak terlampau mengejutkan jika Abdurrahman Wahid sangat kecewa dengan atmosfir intelektual di Al-Azhar yang memadamkan potensi pribadi karena tekhnik pendidikannya yang masih bertumpu pada kekuatan hafalan. Meskipun demikian, ia memanfaatkan waktu di Kairo ini dengan baik, yaitu dengan cara yang tidak mengikuti pelajaran yang diberikan. Sebagai gantinya, ia kerap menghabiskan waktu disalah satu perpustakaan yang lengkap di Kairo, termasuk American University Library. Biarpun pada satu sisi ia kecewa dengan Al-Azhar sebagai lembaga, namun pada sisi lain ia tetap menikmati kehidupan kosmopolitan Kairo, bahkan beruntung karena terbukanya peluang untuk bergabung dengan kelompok-kelompok diskusi dan kegiatan tukar pikiran yang umumnya diikuti para intelektual Mesir. Yang perlu dicatat bahwa selama di Kairo, Abdurrahman Wahid ternyata begitu tertarik pada film-film Perancis dan sepak bola.
Dari Kairo Abdurrahman Wahid terbang ke Baghdad. Di kota ini ia lewati dengan penuh rasa bahagia karena mempelajari sastra Arab, tapi juga filsafat dan teori sosial Eropa, disamping terpenuhinya hobi dia menonton film-film klassik. Bahkan Abdurrahman Wahid merasa lebih senang dengan sistem yang diterapkan Universitas Baghdad, yang dalam beberapa segi dapat dikatakan lebih berorientasi Eropa daripada sistem yang diterapkan Al-Azhar. Dan selama belajar di Timur-Tengah inilah Abdurrahman Wahid menjadi ketua Persatuan Mahasiswa Indonesia untuk Timur Tengah masa bakti 1964-1970.
Ditahun 1971, ia mampir ke Eropa dengan harapan memperoleh penempatan disebuah universitas, tapi sayang sekali ternyata kualifikasi-kualifikasi mahasiswa dari Timur Tengah tidak diakui di universitas-universitas Eropa. Inilah yang memotivasi Abdurrahman Wahid pergi ke McGill University Kanada untuk mempelajari kajian-kajian keislaman secara mendalam. Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah terilhami berita-berita yang menarik sekitar perkembangan dunia pesantren.
Tahun 1971 Abdurrahman Wahid kembali ke Indonesia, kembali ke dunia pesantren. Dari tahun 1972 hingga 1974, ia menjadi dosen disamping Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasjim Asj'ari Jombang. Kemudian tahun 1974 sampai 1980 menjadi sekretaris Umum Pesantren Tebuireng, jombang. Selama periode inilah secara teratur ia semakin terlibat dalam kepengurusan NU dengan menjabat Khatib Awal PB Syuriah NU sejak tahun 1979.
Sejak kepindahannya ke Jakarta pada tahun 1978, Abdurrahman Wahid menjadi pengasuh Pesantren Ciganjur Jakarta Selatan. Ia juga terlibat banyak dalam acara dan kegiatan di Jakarta termasuk menjadi tenaga pengajar pada program training untuk pendeta Protestan. Disekitar pertengahan 1970-an secara beraturan ia telah menjalin hubungan dengan Cak Nur dan Djohan Effendi, maka saat ia pindah ke Jakarta pada tahun 1978 ia semakin intens bergabung dengan teman-teman ini dalam rangkaian forum-forum akademik dan kelompok-kelompok kajian. Sekalipun Abdurrahman Wahid tidak pernah mempunyai kesempatan belajar dalam pendidikan ala Barat, namun sejak usia muda ia telah cukup banyak menelaah bacaan-bacaan yang bersumber dari literatur Barat.
Bersamaan dengan itu, Abdurrahman Wahid juga memulai melibatkan dirinya dikalangan intelektual yang lebih luas di Jakarta. Dari tahun 1982 hingga 1985, ia menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, dan dua kali terpilih sebagai Ketua Dewan Juri Festival Film Nasional. Penunjukkan dirinya untuk berkiprah di dunia film, bagi tokoh dari dunia pesantren, seorang 'alim seperti Abdurrahman Wahid, tentu saja sangat tidak lazim dan mengundang kontroversi.
Tahun 1980-1983 Abdurrahman Wahid dipilih sebagai salah satu seorang yang turut serta memberikan pertimbangan atas penerima penghargaan Agha Khan Award untuk arsitektur Islam di Indonesia. Dan sejak tahun 1994 ia menjadi penasehat untuk Proyek Pembinaan Dialog Internasional untuk kajian-kajian Wawasan dan Hukum Sekular di The Hague.
Pada bulan Desember 1984, Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PB Syuriah NU. Dengan terpilihnya ia, berarti berakhirlah pula jabatan dan masa kepengurusan Idham Chalid sebagai ketua Umum. Seperti halnya tradisi NU, tidak diragukan lagi bahwa ada unsur-unsur harapan yang mesianik dalam pemilihan Abdurrahman Wahid ini dan ia ternyata berhasil memenuhi janjinya berhadapan dengan perubahan. Upaya Abdurrahman Wahid mengembalikan NU sebagai organisasi yang bergerak diwilayah sosio-keagamaan berhasil mencapai sasarannya dan ia pun secara luas berhasil mencapai perubahan luar biasa dalam cara pandang NU. Abdurrahman Wahid memperlihatkan bahwa demi keuntungan organissasi dan masyarakat, Nu harus beralih dari kegiatan politik-kepartaian, tidak saja berdasarkan pragmatisme, melainkan juga atas nama pluralisme. Tentu saja tidak setiap orang dalam NU, bahkan tidak semua orang-orang luar yang mendukungnya mengerti atau dapat memahami cara berfikir yang dikembangkan Abdurrahman Wahid bahwa sektarianisme merupakan ancaman serius bagi keharmonisan masyarakat Indonesia yang majemuk. Lebih jauh Abdurrahman Wahid berhasil membongkar cara berfikir komunitas NU terhadap pluralisme bahkan sampai pada titik penghormatan perihal keanekaragaman, khususnya dikalangan anak mudanya. Abdurrahman Wahid juga berhasil dalam mempengaruhi masyarakat Indonesia secara lebih luas agar memaklumi hubungan antara pluralisme dan demokrasi, sehingga lahir sebuah kedewasaan baru bagi umat Islam ataupun masyarakat luas.
B.   Kelemahan dan Kelebihan Kepemimpinan Presiden Gus Dur di Indonesia
1.    Di Bidang Politik
a.    Kelebihan :
1)   Membentuk Kabinet Persatuan Nasional
2)   Sering melakukan perjalanan luar negeri dengan tujuan menjalin kerjasama dengan negara lain, menarik investasi, menerima penghargaan, berobat, sekaligus menghadiri bebagai forum dunia seperti forum ekonomi dunia atau pertemuan negara G-77.
3)   Politik Luar Negeri Yang Bebas Aktif
Dengan kunjungan keluar negeri sebenarnya merupakan pemborosan, akan tetapi ini dilakukan untuk mengangkat citra Negara Indonesia. Akibat rezim Pak Soeharto, citra Indonesia dikenal sebagai negara totaliter dengan tingkat demokratisasi yang rendah. Untukmengatasi hal tersebut Presiden Gus Dur melakukan kunjungan ke Negara Negara yang tergabung dalam ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Benua Amerika. Karena kunjungan ini politik politik bebas aktif begitu kentara. Seringnya Presiden Gus Dur berkunjung ke luar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari dunia, bahkan membuka peluang kerjasama (terutama kerjasama dalam bidang perdagangan).
4)   Iklim Politik Yang Demokratis
Semua tahu bahwa pada masa Gus Dur suasana demokratis mulai tampak terwujud. Hal ini dapat terlihat dengan tindakan gusdur yaitu:
a.       Penghapusan peraturan yang merugikan kaum minoritas.
b.      Pembubaran instansi negara yang tak lagi efektif (departemen penerangan dan sosial) hengga “niat” Gusdur ini membuka hubungan diplomati dengan Israel.
c.       Kecenderungan pemikiran Gusdur yang menghargai kebebasan idividu dan keberagaman (dasar dari demokrasi) serta reformis.
d.      Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan drastis dalam bidang keterbukaan media. Gus Dur melikuidasi departemen penerangan, sehingga media massa lebih leluasa melakukan aktivitasnya.
e.       Gus Dur terkenal dengan faham pluralismenya. Pada eranya lah kelompok minoritas Tionghoa mendapatkan pengakuan lebih besar, seperti dalam pengurusan dokumen kependudukan dan penetapan Imlek sebagai hari libur nasional.
f.       Sayang, sistem dan pola pemerintahan Gus Dur tidak berjalan dengan baik. Terjadi kegaduhan politik yang tidak perlu, sehingga stabilitas politik tidak terjaga.
g.      Stabilitas politik yang buruk menyebabkan stabilitas ekonomi berjalan pincang.
b.    Kelemahan :
1)   Presiden Abdurahman Wahid sering melontarkan pernyataan-pernyataan kepada media yang kerap memanaskan suhu politik Tanah Air. Hal tersebut menimbulkan keguncangan situasi politik dalam negeri. Salah satunya yaitu soal reshuffle cabinet atau desakan mundur terhadap sejumlah menteri.
2)   Rendahnya tingkat popularitas Gusdur
3)   Masyarakat kurang antusias dengan gaya pemerintahan Gusdur.
4)   Dengan beberapa keputusan yang kontroversial membuat gusdur bukan sosok yang populis. Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasionalyang diakui kecemerlangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis massa keagamann organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif  dalammembuat kebijakan, Gus Dur diragukan kemampuannya.
5)   Tak Punya Basis Politik yang Kuat di Paremen (MPR/DPR)
6)   Gus Dur bukanlahtokoh dari partai yang memenangkan pemilu. Partai  yang  mengusungnya saat itu (PKB), bukan partaidengansuara terbanyak.
7)   Proses terpilihnya Gus Dur punterbilang unik. Hasil dari lobby-lobby plitik yang akhirnya membuat Gus Dur dipilih sebagai  presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang dibentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa”  merengkuh semua partai tanpamelihat kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
8)   Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik dukungannya. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari Istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos singlet.
2.    Di Bidang Ekonomi
a.    Kelebihan :
1)   Memberi kebebasan seluas-luasnya kepada setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya banyak berkecimpung di bidang ekonomi dengan seluas-luasnya.
2)   Berani bersikap dan tegas juga pada sector-sektor ekonomi
b.    Kelemahan :
1)   Keterbatasan fisik sehingga performa beliau dalam memimpin negeri ini kurang maksimal yang berimbas pada bidang ekonomi.
2)   Seringnya melakukan perjalanan luar negeri sehingga dianggap menghamburkan APBN.
3.    Di Bidang Sosial
a.    Kelebihan :
Dapat menciptakan kehidupan rukun antar umat beragama dan antar suku di Indonesia.
b.    Kelemahan :
Ada banyak pengangguran di Indonesia sekitar 13,7 juta penganggur.
4.    Di Bidang Budaya
a.    Kelebihan :
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan konflik antar umat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
Hak tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
1)   Keputusan Presiden No.6 tahun 2000 mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No.6 dapat memiliki kebebasan dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka misalnya pertunjukan barongsai.
2)   Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK) sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur nasional.
b.    Kelemahan :
Kerusuhan antar etnis terus berlanjut. Kerusuhan terutama berbahaya adalah pembunuhan antara umat Islam dan Kristen di Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
5.    Di Bidang Pertahanan dan Keamanan
a.    Kelebihan :
1)   Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
2)   Gus Dur memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
b.        Kelemahan :
       Akibat restrukturisasi lembaga pemerintahan menyebabkan kondisi politik yang tidak stabil atau sering terjadi pertentangan antar partai bahkan pertentangan intern partai.
6.    Di Bidang Ideologi
Ideologi yang ada pada masa pemerintahan Gus Dur menggunakan Ideologi Pancasila.


C.  Keberhasilan dan Kegagalan
Meskipun memimpin kurang lebih 2 tahun tepatnya 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, Gus Dur telah menuai keberhasilan pada masany namun juga mengalami kegagalan dalam pemerintahannya di Indonesia.
1.    Keberhasilan
a.         Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif
Mampu memperbaiki citra Indonesia di mata negara-negara lain dengan melalui kunjungan ke luar negeri dan sekaligus membuka peluang kerjasama.
b.        Iklim Politik yang Demokratis
Telah membawa Indonesia ke dalam taraf demokratisasi yang lebih baik lagi melalui perdamaianny dengan Israel.
2.    Kegagalan
a.         Rendahnya Tingkat Popularitas Gus Dur
Dengan beberapa keputusannya yang kontroversial (menuai banyak kritik), membuat Gus Dur buka sosok yang populis. Bahkan ketika masa 100 hari pemerintahannya pun, tingkat popularitas Gus Dur sudah melorot jauh dari tingkat sebelumnya.
Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasional yang diakui kecermelangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis masa keagamaan organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif dalam membuat kebijakan, Gus Dur siragukan kemampuannya.
b.        Tidak Memiliki Basis Politik yang Kuat di Parlemen (MPR/DPR)
Gus Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenagkan pemilu. Partai yan mengusungnya pada saat itu ( PKB), bukan partai dengan suara terbanyak.
Proses terpilihnya Gus Dur adalah hasil dari lobby-lobby politik yang akhirnya membuat Gus Dur terpilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang di bentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai tanpa melihat kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya menunjukan dukungan. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos singlet.

0 komentar:

Posting Komentar